Mencegah Kanker Serviks, dengan Melakukan Vaksinasi HPV

Kanker serviks merupakan penyebab kematian kedua pada wanita Indonesia setelah kanker payudara. Kanker yang disebabkan oleh infeksi human papillomavirus (HPV) seringkali tidak menunjukkan gejala atau keluhan pada tahap awal. Gejala atau keluhan biasanya baru muncul ketika kanker sudah memasuki stadium 2 atau lebih tinggi.


Keputihan yang berulang bahkan setelah pengobatan, serta pendarahan setelah berhubungan intim (pendarahan pascakoitus), sering kali merupakan gejala yang ditemui meskipun tidak selalu disebutkan. Namun, bukan berarti kanker ini tidak bisa dicegah.


Kanker ini merupakan penyakit yang pertumbuhannya lambat, membutuhkan waktu yang lama atau lama dari stadium infeksi hingga stadium kanker. Ada lebih dari 100 jenis HPV, diklasifikasikan menjadi virus risiko tinggi yang menyebabkan kanker, dan virus risiko rendah yang tidak menyebabkan kanker.


Sekitar 30 hingga 40 subtipe HPV dapat menginfeksi area genital dan menyebabkan kutil kelamin pada pria dan wanita, serta kanker serviks pada wanita dan kanker penis pada jenis kelamin pria. Banyak jenis HPV lain yang dapat menyebabkan infeksi pada jari, tangan, dan wajah.


Di antara sekian banyak jenis HPV, diketahui hanya ada beberapa jenis HPV onkogenik yang paling sering menyebabkan kanker serviks, yakni HPV strain 16 dan 18. Infeksi HPV strain ini menyebabkan perubahan karakteristik sel di daerah serviks sehingga menjadi sel abnormal yang dapat menjadi ganas.


Infeksi HPV dapat terjadi saat melakukan aktivitas seksual. Risiko penularan meningkat jika perempuan sering berganti-ganti pasangan seksual, merokok, mengidap HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya, atau memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh.


Kebanyakan infeksi HPV tidak menimbulkan gejala. Terkadang kutil yang muncul di alat kelamin atau bagian tubuh lainnya merupakan satu-satunya tanda yang terlihat. Infeksi virus ini tidak memerlukan pengobatan dengan obat antivirus tertentu, ia dapat sembuh dengan sendirinya berkat imunitas tubuh.


Namun, pada wanita berusia 30 tahun ke atas, kemungkinan terjadinya infeksi persisten lebih besar.

1.  Pencegahan kanker serviks

Karena infeksi HPV pada awalnya dapat terjadi tanpa gejala, maka pencegahan menjadi penting.


-Pencegahan primer

Pencegahan primer dapat dilakukan melalui vaksinasi terhadap infeksi HPV. Vaksinasi atau penyuntikan antigen ke dalam tubuh seseorang menginduksi terbentuknya antibodi atau kekebalan terhadap infeksi HPV alami. Vaksinasi dapat mencegah infeksi HPV penyebab kanker berkembang menjadi kanker serviks invasif.

Berdasarkan data terkini, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Persatuan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) kini merekomendasikan dosis vaksinasi HPV sebagai berikut:

* Dua dosis untuk bayi perempuan usia 9 hingga 14 tahun usia

* Tiga dosis untuk wanita dewasa di atas 18 tahun

Vaksin HPV umumnya diterima dengan baik oleh penerima, reaksi paling umum setelah vaksinasi berkaitan dengan Nyeri, bengkak dan kemerahan di tempat suntikan bersifat sementara. Antibodi atau kekebalan yang dihasilkan oleh vaksinasi HPV memberikan perlindungan jangka panjang.


Manfaat maksimal dari vaksin ini dapat diperoleh jika seseorang belum pernah berhubungan seks. Namun bagi wanita yang sudah menikah atau aktif secara seksual, vaksin ini juga bermanfaat karena belum ada kepastian apakah seseorang akan terkena HPV yang dapat dicegah dengan vaksin atau tidak.


Hanya saja, bagi wanita yang sudah aktif secara seksual, sebelum mendapatkan vaksin, ada baiknya berkonsultasi dengan dokter spesialis obstetri dan kebidanan, serta melakukan screening organ kewanitaan terlebih dahulu.


Apalagi kini telah tersedia vaksin HPV terbaru yang mampu memproteksi tubuh lebih banyak strain virus HPV yang diketahui dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kutil kelamin hingga kanker serviks.


Bagi seseorang yang aktif secara seksual dan telah menerima vaksin, tetap perlu melakukan screening rutin. Mengapa? Karena sebanyak 30 persen kasus kanker serviks disebabkan oleh strain HPV yang tidak dapat dicegah oleh vaksin tersebut.


-Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder kanker serviks meliputi tindakan skrining. Skrining dapat mendeteksi adanya sel abnormal, lesi prakanker, dan kanker serviks. Namun, skrining tidak dapat mencegah infeksi HPV.


Skrining atau deteksi dini penting dilakukan karena kanker serviks dini tidak menunjukkan gejala. Jika gejalanya muncul, biasanya kanker serviks sudah mencapai stadium lanjut. Jika kanker serviks telah terdeteksi dini (tahap lesi pra-kanker atau stadium awal), maka kemungkinan bisa ditangani dengan tuntas dan tingkat kesembuhannya akan sangat tinggi.


Screening kanker serviks tetap diharuskan walaupun sudah mendapat vaksinasi terhadap HPV. Vaksinasi dan screening sebagai paduan dari pencegahan primer dan sekunder dari kanker serviks dianggap dapat memberikan perlindungan yang ideal untuk mencegah kanker serviks.


Apalagi jika wanita sudah aktif berhubungan seksual, screening setiap tahun diperlukan untuk memantau kondisi organ kewanitaan.


Cara Cek dan Tes Kanker Servkis

Saat ini, terdapat beberapa tes yang bisa dilakukan untuk mendeteksi lesi pra-kanker:


1. Uji inspeksi visual VIA asam asetat (IVA)

merupakan metode pengujian yang paling sederhana, termurah dan paling layak di Indonesia. Leher rahim dilumuri dengan cuka (25 persen) kemudian dianalisis reaksi yang terjadi


2. Tes Pap

Tes ini dilakukan dengan mengambil sampel sel yang terlepas (sel mati eksfoliasi) dari lapisan epitel leher rahim, akan tampak tidak normal jika terjadi perubahan akibat infeksi HPV, lesi prakanker atau kanker, jika diperiksa di laboratorium. Ada dua jenis tes Pap: reguler (akurasi 50-70%) dan Thinprep (akurasi 80%).


ThinPrep adalah tes sitologi serviks (LBC) berbasis cairan yang lebih akurat dibandingkan pap smear tradisional. Sejak disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) pada tahun 1996, lebih dari 170 penelitian telah dipublikasikan di jurnal medis.


Penelitian menunjukkan manfaat LBC/ThinPrep, termasuk peningkatan tingkat deteksi penyakit, diagnosis yang lebih akurat, spesimen yang lebih baik, dan efektivitas biaya yang lebih tinggi.


3. Tes DNA HPV

Tes molekuler ini memiliki tingkat akurasi hingga 99%. Tes ini dapat mendeteksi potensi lesi prakanker meskipun tidak ada perubahan pada sel.


4. Kolposkopi

Pemeriksaan ini menggunakan alat berupa kaca pembesar untuk melihat bagian yang terinfeksi. Jika ditemukan jaringan yang terinfeksi, biopsi yang ditargetkan (pengangkatan sejumlah kecil jaringan tubuh) dapat dilakukan dengan alat ini.


Peningkatan akses terhadap vaksinasi, pendidikan dan pemeriksaan rutin merupakan langkah pencegahan yang penting untuk mengurangi jumlah kasus dan kematian akibat kanker serviks. Jadi, jangan tunda lagi dan segera dapatkan vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks.

Bagikan Artikel ini